PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT - Persyarikatan Muhammadiyah

 PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
.: Home > Artikel

Homepage

Mengimpikan Kader Tumbuh dari Sekolah Muhammadiyah

.: Home > Artikel > Pimpinan Pusat
16 Maret 2016 10:25 WIB
Dibaca: 2527
Penulis : Ikhsanudin

 

 

"...sayang seribu kali sayang, ribuan sekolah Muhammadiyah dan ratusan perguruan tinggi Muhammadiyah belum cukup berhasil dalam mengemban amanah khusus ini, kecuali beberapa"

 

Ada kepentingan subyektif Muhammadiyah mendirikan amal usaha pendidikan, yaitu: terjaminnya ketersediaan kader yang dapat memelopori, melangsungkan, dan menyempurkan usah-usaha dakwah Muhammadiyah. Tegasnya, amal usaha pendidikan memiliki tugas khusus mencetak kader-kader Muhammadiyah. Semakin banyak sekolah Muhammadiyah, semakin terjamin pula ketersediaan kader Muhammadiyah.

 

Namun, sayang seribu kali sayang, ribuan sekolah Muhammadiyah dan ratusan perguruan tinggi Muhammadiyah belum cukup berhasil dalam mengemban amanah khusus ini, kecuali beberapa. Banyak sekolah yang setiap tahunnya meluluskan ratusan orang tetapi tak satu kader pun dihasilkannya. Lulusan-lulusan pendidikan formal Muhammadiyah tak ubahnya lulusan pendidikan negri. Pendidikan formal Muhammadiyah kini telah berbau usaha ekonomi, atau, tepatnya industri pendidikan. Hal ini harus dikembalikan ke visi semula.

 

Sangat wajar apabila Muhammadiyah kesulitan sumber kader. Ketika jamaah tidak digarap, ketika Angkatan Muda tidak terbina, dan ketika anak-anak sekolah tidak dididik dengan benar, yang terjadi adalah kebangkrutan kader. Ujung-ujungnya adalah kehancuran gerakan dakwah yang telah dirintis dengan susah payah.

 

Kini, sekolah adalah harapan. Andaikan satu persen saja siswa atau mahasiswa menjadi kader inti dan 30 persen manjadi anggota Muhammadiyah yang baik, dalam waktu 5 tahun Muhammadiyah akan menjadi raksasa dakwah. Namun, apabila nilai Ujian Nasional menjadi lebih penting daripada mental spiritual dan pakem diknas telah menjadi ruh yang lebih kuat daripada ruh Muhammadiyah, maka nama Muhammadiyah hanya indah dalam monumen tetapi tidak berguna lagi untuk berdakwah. Kini, kita perlu mengevaluasi diri: “Seberapa jauh kepentingan subjektif Muhammadiyah mendapat perhatian para pengelola pendidikan Muhammadiyah?” Tentu untuk mengukurnya kita perlu membuat kisi-kisi dan merancang instrumennya secara matang. Meskipun demikian, secara kasar kita dapat bertanya sebagai berikut.

  1. Mana yang lebih serius dan sistematis pendidikan kita antara menangani aspek mental dan mengejar UN?
  2. Apakah pengangkatan guru, kepala sekolah, dan pegawai kita juga mengutamakan kontribusi para calon bagi terciptanya kader-kader Muhammadiyah dari sekolah-sekolah?
  3. Apakah ada pembinaan khusus bagi kepala sekolah, guru, dan karyawan agar mereka patut menjadi teladan para kader yang akan ditumbuhkan?
  4. Apakah ada penciptaan atmosfir perkaderan sepanjang tahun di sekolah-sekolah dan kampus-kampus? Dll.

 

Membebankan urusan penciptaan kader dari sekolah kepada pengelola sekolah semata tidaklah adil. Kita juga perlu mempertanyakan komitmen majlis yang menanganinya, termasuk kepada pihak pimpinan Muhammadiyah. Bagi sekolah, sepanjang kurikulum dapat berjalan dengan baik, pihak wali murid puas, dan tidak ada keberatan dari Majlis maupun Diknas.

 

Mari bina sekolah-sekolah Muhammadiyah agar kembali ke khittah semula, mengemban amanah Muhammadiyah di bidang pendidikan. Jangan hanya berhenti di tujuan antara.


Tags: kalbar , muhammadiyah , kader , sekolah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website